TOF PMII: Materi Psikologi Belajar


Prawacana 

Pada dasarnya PMII telah melalui berbagai dinamika keorganisasian mulai politik organisasi hingga perubahan orientasi organisasi baik secara global maupun lokal. Proses perubahan-perubahan tersebut memiliki implikasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap jalannya kaderisasi.

Dalam proses kaderisasi PMII yang mendekati sempurna, selalu ditopang oleh kelengkapan komponen belajar setiap kader. Salah satunya adalah forum-forum kajian intelektual dan pelatihan skil serta spiritual bagi kader PMII. Hal ini mengandung maksud bahwa proses belajar kader PMII harus melalui tiga tahapan yang saling berkelindan yaitu dzikir, fikir dan amal shaleh.

Sebagai bagian dan ruang untuk berproses (belajar), PMII memiliki berbagai program kerja sebagai penunjangnya. Misalnya saja, MAPBA, PKD, PKL dan PKN yang berada pada sisi kaderisasi formal. Sedangkan dalam sisi lain, PMII memiliki serangkaian program seperti Pelatihan Jurnalistik, Pelatihan Tahlil, Sekolah Politik, Sekolah Basis hingga Sekolah Filsafat.

Semua program kerja PMII di atas merupakan sarana pembelajaran bagi kader dan anggotanya. Oleh karena itu, kader dituntut memiliki kemampuan menangkap sens (pengetahuan) dari setiap proses belajar yang ada di PMII, tidak terkecuali dengan kondisi sosial yang meliputinya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Poin penting dari belajar adalah perubahan. Jika ada kader yang tidak memiliki perubahan selama berposes di PMII maka dipastikan ada yang salah dalam belajarnya. Baik itu karena disebabkan oleh faktor dari dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Faktor dari dalam (internal) secara garis besar berasal dari cara berpikir yang masih tertutup dan menolak untuk menerima pembelajaran di PMII. Sedangkan faktor dari luar (eksternal) secara umum berasal dari kondisi dan iklim kaderisasi yang dikonstruksikan oleh PMII baik di level rayon, komisariat, cabang, PKC hingga PB.

Dalam memandang problematika pembelajaran seperti di ataslah kita membutuhkan psikologi belajar. Psikologi belajar adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran. Dengan mempelajari psikologi belajar, kader PMII akan memiliki seperangkat pengetahuan dalam melakukan proses pembelajaran dan mampu memberikan solusi yang tepat bagi kekurangan-kekurangan pembelajaran di PMII baik secara umum maupun khusus seperti pelatihan. 

Pengertian Psikologi Belajar

Psikologi belajar tersusun dari dua kata, yaitu psikologi dan belajar. Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche yang berarti jiwa dan Logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi belajar adalah ilmu tentang jiwa.

Yang dipelajar dalam psikologi belajar adalah tingkah laku manusianya, yang memiliki dan berinteraksi dengan sesama manusia maupun bukan manusia seperti (lingkungan) hewan, budaya, iklim dan lain sebagainya. Hal ini sama seperti yang pernah diungkapkan oleh Crow and Crow.

Ruang Lingkup Psikologi Belajar

Secara garis besar psikologi belajar memiliki 3 ruang lingkup yaitu masalah belajar, proses belajar dan situasi belajar.

Pokok bahasan mengenai belajar yaitu:

1. Teori belajar
2. Prinsip belajar
3. Hakikat belajar
4. Jenis belajar
5. Aktivis belajar
6. Teknik belajar
7. Karakteristik perubahan hasil belajar
8. Manifestasi perilaku belajar
9. Faktor yang memengaruhi belajar

Pokok bahasan mengenai proses belajar:

1. Tahapan perbuatan belajar
2. Perubahan jiwa yang terjadi selama belajar
3. Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu
4. Pengaruh motivasi terhadap belajar
5. Signifikansi daya tangkap individu dalam belajar
6. Masalah lupa 

Masalah bahasan mengenai situasi belajar:

1. Suasana dan keadaan lingkungan fisik
2. Suasana dan keadaan lingkungan non fisik
3. Suasana dan keadaan lingkungan sosial
4. Suasana dan keadaan lingkungan non sosial

Jenis Teori Psikologi Belajar

Secara umum, teori psikologi belajar dapat dibagi menjadi 3 teori besar yaitu Behaviorisme, Cognitivisme dan Konstruktivisme. Berikut ini ulasan ketiga teori tersebut.

Teori Psikologi Belajar Menurut Paham Behaviourisme

Teori ini menekankan bahwa belajar terdiri atas pembangkitan respons dengan stimulus yang pada mulanya bersifat netral atau tidak memadai. Melalui persinggungan (congruity) stimulus dengan respos, stimulus yang tidak memadai untuk menimbulkan respons tadi akhirnya mampu menimbulkan resposns. Implikasi teori belajar ini dalam pendidikan adalah :

Tingkah laku guru mengharapkan murid menghafal secara mekanis/otomatis
Verbalitis karena tingkah laku mechanistis dan reflektif.

1. Guru tersebut membiasakan muridnya dengan latihan
2. Sekolah D (duduk), tidak memiliki inisiatif karena perasaan, pikiran tak mengarahkan tingkah laku
3. Guru hanya memberi tugas tanpa disadari oleh muridnya
4. Guru tidak memperhatikan individual differences
5. Guru menggunakan “learning by parts” sampai tak ada hubungan
6. Guru menyuapi hanya menyuapi murid saja dan murid menerima yang diolah
guru, jadi guru lebih aktif.

Praktik belajar seperti dalam teori ini masih digunakan terutama ditingkat pendidikan dasar dan sekolah agama atau di pesantren-pesantren. Murid diberi drill, praktik, pengulangan dan kejadian-kejadian sesuai teori ini.

Belajar asosiasi di mana urutan-urutan kata-kata tertentu berhubungan sedemikian rupa terhadap obyek-obyek, konsep-konsep, atau situasi sehingga bila kita menyebut yang satu cenderung menyebut yang lain. Misalnya ayah berasosiasi dengan Ibu, kursi dengan meja. Jika digunakan untuk model pembelajaran sekarang masih relevan tentu dengan paradigma baru misalnya menerangkan dengan mode, gambar dan demostrasi.

Teori Psikologi Belajar Menurut Paham Cognitivism

Pandangan tentang teori belajar ini meliputi kemampuan atau mengatur kembali dari susunan pengetahuan melalui proses kemanusiaan dan penyimpanan informasi. Teori mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak oleh Jean Piaget adalah sebagai berikut:

1. Anak mempunyai mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan apa yang dipikirkan dan menyikapi keadaan sekitarnya. Maka perlu metode tersendiri dalam belajar.

2. Mental anak berkembang pada tahap-tahap tertentu menurut suatu urutan yang sama pada setiap individu. 

3. Meskipun tahap-tahap perkembangan pada anak melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu yang diperlukan untuk berlatih dari satu tahap perkembangan ke tahap yang berikutnya tidaklah selalu sama pada setiap anak.

4. Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :

a. kematangan
b. pengalaman
c. interaksi sosial
d. equilibration (proses dari ketiga faktor diatas bersamasama untuk membangun dan memperbaiki struktur
mental)

Di Indonesia untuk pendidikan setingkat Sekolah Dasar, siswa diarahkan pada belajar abstrak. Akibatnya pelajaran tidak akan membekas pada memori anak, malah sekarang ini sedang trend di luar jam pelajaran anak-anak kursus matematika dengan bantuan sempoa. Peralatan ini akan memudahkan anak belajar, dan hasil pelajaran akan tersimpan lama dalam memori anak.

Teori Psikologi Belajar Menurut Paham Constructivism

Teori belajar Kontstruksi merupakan teori-teori yang menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi
menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi.

Prinsip yang paling penting adalah guru tidak hanya semata-mata memberikan pelajaran ke siswa, siswa yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru hanya membantu proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa.

Prinsip metode konstruktivisme banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika. Prinsip yang sering digunakan dari konstruktivisme di antaranya: (1) pengetahuan dibentuk oleh siswa secara aktif; (2) tekanan proses belajar-mengajar ada pada siswa; (3) mengajar adalah proses membantu siswa belajar; (4) tekanan pada kagiatan belajar lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar; (5) kurikulum menekankan pada partisipasi aktif siswa; (6) guru hanyalah fasilitator.

Konstruktivisme ini digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar bentuk yang bisa dilakukan di antaranya konsep pembelajar mandiri (learner utonomy ), belajar kelompok (cooperative learning). Guru hanya sebagai mediator, selanjutnya siswa secara sendiri-sendiri maupun kelompok aktif untuk memecahkan persoalan yang diberikan guru sehingga mereka dapat membangun pengetahuan.


***

Post a Comment

Previous Post Next Post