Ali Sang Pujangga Pesakitan



Ali tidak mengira jika kata-katanya berhasil menyihir banyak orang. Ali juga tidak pernah menyangka jika dirinya akan dibenci sebegitu hebatnya, karena kata-katanya.

Pujangga yang hanya hidup sebatangkara, tak ubahnya hewan yang terbuang dari kawanannya. Ia kelantang keluntung ke sana ke mari tidak jelas. 

Hidupnya hanya dihabiskan untuk tidur dan membuat puisi. Tapi siapa sangka, dengan kesederhanaannya ini, Ali justru semakin dibenci orang.

Ali dibenci sebab puisi-puisi yang dibuatnya mampu menyihir banyak orang. Kesederhanaan yang dimilikinya melebihi kemewahan yang orang awam punya, tak ternilai harganya. Orang juga banyak nyinyir pada Ali, terlebih saat Ali membacakan puisinya di depan umum.

“Sumpah Pemuda!”
“Kami pemuda pemudi Indonesia menyatakan berbahasa satu, bahasa cinta”
“Kami pemuda pemudi Indonesia bersumpah, bersatupadu demi cinta”
“Kami pemuda pemudi Indonesia bersumpah atas nama bahasa persatuan, bahasa cinta!”

Begitulah bait-bait puisi yang dibaca Ali di peringatan Hari Sumpah Pemuda yang diadakan di Kampusnya. Semua mata terbelalak melihatnya membaca puisi, apalagi ketika Ali berdrama layaknya muda mudi yang sedang jatuh cinta.

Banyak orang yang menyaksikan Ali membaca puisi saat itu merasa dilecehkan, namun tidak kalah banyak juga yang memujinya. Namun sayang, justru karena banyak yang memujinya, Ali semakin dibenci oleh banyak orang.

“Suka, jangan terlalu mendekat denganku, aku takut banyak yang tidak suka”

Tulis Ali pada secarik kertas yang kemudian dibakarnya bersama buku yang berisi puisi-puisi karyanya.

Orang kian membencinya ketika Ali terlibat skandal pemerkosaan. Info rahasia yang selama ini dijaganya cepat sekali merebak dan segera menjadi isu nasional kampus. 

Bagaimana tidak, Ali bersama 5 mahasiswa yang lain diduga melakukan rencana pemerkosaan pada seorang mahasiswi di kampusnya. Walaupun Ali sudah menyangkalnya, bagaimanapun juga isu tersebut sudah meracuni atmosfer dunia kampus, penjelasan apapun tidak akan di terima.

Orang yang tidak kenal Ali sepenuhnya pasti akan menuduh Ali sebagai orang yang berwatak licik dan busuk. Bahkan, puisi-puisi yang dibuatnya dituduh sebagai mantra semar mesem.

Suatu ketika, Ali yang hanya sebatang kara mendapat anugerah dari Tuhan untuk membimbing pacarnya, Imah namanya. Ia berparas cantik, berkulit putih langsat dan murah senyum. Ia juga sangat murah hati kepada siapapun, tidak hanya kepada Ali. 

Imah melihat Ali tidak sebagaimana orang awam melihatnya, Imah tidak berpandangan Ali adalah penyair, Ali tukang tidur dan Ali Ali yang lain. Imah hanya mengikuti kata hatinya untuk menemani Ali selama beberapa tahun ini.

“Aneh! Tidak mungkin Ali bisa punya pacar secantik dan sebaik Imah” ucap orang-orang kala dulu Imah mengumumkan dirinya tengah menjalin hubungan dekat dengan Ali.

Berkat bantuan Imah inilah Ali masih bisa hidup. Dia masih menjalani hidup tanpa merasa kelaparan. Namun, berkat Imah juga Ali semakin disudutkan.

“Kau apakan Imah, Li? Jangan-jangan kau punya Semar Mesem, yah?” celetuk orang ketika Ali sedang duduk di bawah Pohon Ketapang sendirian.

—-

“Jangan-jangan Ali sengaja menodai Iris karena dia dendam kepada Andi. Kan kita tahu Andi adalah orang yang paling sering mengejek dan menentang Ali. Ketika lengah, bukan Andi yang di serang, tapi pacarannya, Iris. Iris juga sangat terkenal karena keseksiannya, jadi tidak mungkin juga kalau Ali tidak bernafsu!” ucap salah satu orang diantara kerumunan mahasiswa tukang gosip itu.

“Mana mungkin Ali mau melakukan itu, Ali itu orang yang baik kok. Dia tidak pernah mempunyai rencana jahat sedikitpun, kalau saja dia mau berbuat jahat, tentu sudah sejak dari dulu-dulu. Nyatanya kasus ini baru satu bulan yang lalu!” timpal yang lain.

“Benar juga apa kata Dimas itu, Ali kan juga sudah punya Imah yang cantik itu, mana mungkin Ali bisa berpaling!” ucap seorang yang lain bernada setuju.

“Loh, kejahatan tidak memandang dia miskin atau kaya! Kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja!”

“Ali miskin? Bukankah dia justru adalah orang yang paling kaya seduni? Dia banyak cinta, sementara kita miskin cinta” ucap Dimas tidak setuju.

“Ah kamu ada-ada saja, Dim” jawab yang lain.

“Kalau saja kejahatan tidak memandang miskin dan kaya, kita juga termasuk di dalamnya” tambah Dimas.

—-

Ali kini mendekam dalam sepi. Dia tergeletak tak sadarkan diri. Ali kini meringkuk bak orang mati. Jiwa penyairnya pergi, dan tak ingin kembali lagi. Ali kini terpenjara pada ketidakpercayaan diri.

—-

Dan, puisinya berhasil menyihir banyak orang, dan berhasil membuat gelombang protes bermunculan.

Ditulis di Kebumen pada 1 Juni 2019.

Post a Comment

Previous Post Next Post