Cerpen: Pengalaman Spiritual Ketua Komsat Joko Sangkrip IAINU Kebumen






Oleh Khasbi

       Sebenarnya saya menulis cerita pendek (narasi) ini karena membantu tugas dari sahabat Niam S., dia adalah salah stu kader PMII Kebumen yang Militan, dia masih aktif ngampus di IAINU Kebumen. namun karena dia tidak jadi mengumpulkan, akhirnya saya putuskan untuk memposting cerita narasi yang berbau spiritual ini.
Namaku Niam Sofieyanto, aku berasal dari keluarga yang mampu. Karena aku berasal dari keluarga yang mampu, hidupku selalu terpuaskan. Hidupku adalah sebuah dinamika yang ditakdirkan dan gariskan oleh Tuhan. Kejadian demi kejadian terus berlalu. Pengalaman demi pengalaman terbentuk. Pengalaman yang terbentuk oleh dinamika tersebut adalah pengalaman spiritual, yang membuatku menjadi dewasa dan mampu menggunakan rasionalku (sadar).
Titik sentral yang mengubah hidupku yaitu, ketika aku bersujud di malam hari (qiyamul lail). Sebelum aku menemukan titik nol itu, jiwaku begitu terhanyut dalam bingkai dosa. Cerita singkatnya yaitu, waktu aku pertama kali masuk kuliah, aku masih punya sifat kekanak-kanakan, kelakuanku tak ladzimnya seorang Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam. Ditambah aku adalah lulusan Madrasah Aliyah, serta berlabel santri. Semua itu tidak menjamin sifat dan karakterku sesuai dengan idealnya seorang santri. Pikiranku seakan terus terdikte untuk melakukan sesuatu hal yang kekanak-kanakan. Misalnya mengganggu teman yang sedang belajar, berbicara kotor atau yang tidak perlu dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, Tuhan memberikan belaskasihnya kepadaku jua, aku dipertemukan dengan seorang teman yang sangat luar biasa. Dia adalah Mahasiswa Program Studi PAI, berperawakan tinggi dan punya rupa biasa, namun berwibawa. 
Aku mulai mengamati tindak-tanduknya yang berwibawa itu. Hatiku mulai sedikit tersentuh, pikiranku mulai dapat digunakan lagi, aku seakan-akan tersihir oleh aura positifnnya. Aku teringat ibuku yang jika aku pulang, dia pasti selalu menasehatiku dengan sabar dan penuh kasihsayang, tetapi justru aku mengabaikan kasihsayang itu.
Aku yang biasanya lupa akan sholat lima waktu, mulai tergerak untuk mengerjakan lagi. Entah sudah berapa bulan aku terakhir kali mengerjakan sholat.
Setelah aku sholat lima waktu lagi, hari-hariku mulai terhiasi oleh warna-warna keimanan. Aku diajari oleh dia bagaimana menjadi seorang yang dewasa. Hidup dengan etika dan aturan. Akhirnya angin hidayah menyibak tabir kelakuan salahku.
Dalam sujud malam-ku itu, aku benar-benar mengeluarkan semua unek-unek yang ada pada otak dan hatiku. Aku tumpahkan air mataku, mengalir sesuai dengan ingatan akan dosa-dosa maksiatku kepada Tuhan. Aku sering berbohong, aku sering bermaksiat lisan, bermaksiat mata, serta bermaksiat lainnya. Aku turunkan kepalaku yang sombong ini ke lantai penyesalan. Aku menangis kembali, bibirku terus bergetar mengucap astaghfirallah.
Setelah selesai sholat qiyamullail, aku mengambil tasbih dan memutarnya, dengan mengucap kalimat-kalimat thayyibah aku mencoba menenangkan hati ini, pasrah akan semua dosa-dosa.
Hatiku kembali terisris, pikiranku kembali mengingat kejadian yang membuatku terus menyesal, yaitu aku pernah berzina. Aku pernah bersentuhan tangan dengan yang bukan muhrim. Aku berharap kepada Tuhan, supaya mau menghapuskan dosa besarku ini.
Setelah sholat itu, aku sekarang menjadi orang yang dewasa. Aku mampu mengendalikan emosi dan hawa nafsu. Aku terus bersyukur bisa dipertemukan oleh Allah Swt dengan teman yang luar biasa itu.

Post a Comment

Previous Post Next Post