Sejarah Masuknya Islam di Nusantara dan Pergulatan Setelahnya






Oleh Khasbi


Islam adalah agama samawi yang turun pertamakali di mekkah, bersama muhammad saw sebagai penyebar ajarannya, islam ternyata mampu diterima masyarakat jahiliyah kota mekkah waktu itu. Sehingga, dengan diterimanya islam di masyarakat mekkah, mulai berkembanglah ajaran ini keberbagai belahan dunia. Indonesia sebagai negara yang masih mempertahankan agama budha dan hindu akhirnya melepaskan ikatannya dan mengikatkan diri pada islam. 

Sebelum beranjak ke konteks pengaruh islam dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat etik untuk diketahui bagaimana islam bisa masuk ke Nusantara. Ada tiga teori (gujarat, mekkah, persia) tentang masuknya islam ke Nusantara yang kesemuanya punya argumen kuat untuk dapat kita akui kebenarannya. Terpenting, islam yang dibawa senyatanya mampu bersasimilasi dengan kultur budaya Nusantara.

Di dalam sejarah, masyarakat Nusantara pra kerajaan, masih menganut kepercayaan kepada roh nenek moyang, benda-benda keramat dsb. Yang artinya mereka belum mensentralkan kepercayaan mereka, kata lain, menauhidkan tuhan. Namun, setelah kerajaan muncul, muncullah agama budha dan hindu yang mulai mempengaruhi cara beragama mereka yang cenderung menauhidkan kepercayaan. 

Kerajaan islam pertamalah (perlak, 225-692 h) yang berhasil membuat sistem itu terealisasikan, artinya banyak masyarakat mulai menganut agama islam dengan konsep tauhid dan kesejahteraan sosial, khususnya di sumatra bagian utara. Pasca kerajaan perlak, kemudian muncullah kerajaan lain seperti pasai dan kesultanan aceh yang berhasil merobohkan kerajaan budha dan hindu, yang mengakibatkan agama budha dan hindhu tersingkirkan dari pertarungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi islam dapat diterima di bumi Nusantara adalah sebagai berikut :
1.      
Faktor agama

Yaitu, akidah islam yang memerintahkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat dalam setiap pribadi, menghapuskan sistem kasta brahma yang diajarkan oleh hindu atau menolak memberi keistimewaan kepada bangsawan terhadap statusnya di mata hukum (semua sama di mata hukum, tidak terkecuali).

2.      
Faktor politik

Yaitu, pertarungan kekuasaan antara satu penguasa dengan penguasa lain, banyak penguasa beragama islam yang bertarung dengan penguasa hindu, dan karena masyarakat lebih cenderung kepada islam, maka islam kemudian bisa dijadikan alat politik.

3.      
Faktor ekonomi

Yaitu, dalam konteks ekonomi, pedagang islamlah yang berperan mengasimilasikan islam ke pada masyarakat Nusantara. Pelabuhan yang termasuk jalur dagang banyak disinggahi pedagang islam yang menguntungkan Nusantara, sehingga muncullah kecenderungan untuk menganut islam.


Selain faktor tersebut, menurut dr. H. Abdul kodir, m.a. dalam bukunya sejarah pendidikan islam (dari masa rasulallah hingga reformasi di indonesia) yang diterbitkan tahun 2015, mengungkapkan bahwa diterimanya islam di Nusantara adalah : pertama, ajarannya yang mudah diterima oleh masyarakat Nusantara, baik penguasa, pedagang, maupun petani. 

Kedua, kesungguhan, ketekunan, dan keikhlasan para da’i dalam menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat. Ketiga, pada masa pergerakan nasional, lahir organisasi-organisasi islam dan mereka terjun dalam dunia politik, seperti sarekat islam yang telah memunculkan kesadaran politik kebangsaan dst.

Dapat ditelaah bahwa, islam yang dibawa di indoneisa bukanlah islam yang mempergunakan kefundamentalan, keradikalan, serta teror-teror untuk menyebarkan dan medakwahkannya. Islam ternyata mampu diterima oleh masyarakat Nusantara dulu tanpa harus menggunakan kekerasan dan saling angkat senjata, akan salah logika jika islam konteks sekarang menggunakan atribut islam ketimur-timuran hanya untuk kepentingan politik, kekuasaan, serta keuntungan pribadi. 

Islam yang seharusnya mampu diterima sesuai situasi dan kondisi apapun telah berubah logika menjadi islam yang harus diterima tanpa terkecuali dalam konteks apapun. Kesalahan paradigma ini merupakan buah dari kegiatan-kegiatan islam yang diarahkan kepada kekerasan, teror, perang dsb. Baik itu yang dipertontonkan di sisi dunia lain, maupun di indonesia sendiri. 

Pada akhirnya, islam kemudian terpeta-petakan dalam beberapa kelompok, di dalam buku sejarah teologi islam dan akar pemikiran ahlussunnah wal jamaah karya nur sayid kristeva disebutkan terkait pemetaan islam di indonesia. Islam fundamental adalah islam yang menolak penafsiran teks yang non-tekstual yang menurut islam fundamentalis ini sebagai sebuah ancaman atas kemurnian ajaran. 

Kondisi inilah yang mengakibatkan islam fundamentalis ini terkesan kaku dan “negatif” karena ketidakmauannya menerima penafsiran yang non-tekstual. Fundamentalisme beridentik dengan kelakuan yang radikal, keras, galak dan lain sebagainya.

Post a Comment

Previous Post Next Post