PMII IAINU Kebumen kembali harus menelan ludah. Kaderisasi yang dibuat oleh Komisariat nampaknya tidak menunjukan efek goal-nya terhadap kebutuhan kader.
Dari 30 kader Pasca Mapaba (Mutakid) yang diprediksi akan meneruskan mata rantai pengetahuan PMII ternyata hanya tersisa 5 kader saja. Dari ke-5 kader Mutakid inipun tidak bisa diprediksi kekuatan dan kapasitasnya, sebab mereka belum pernah terbenturkan dengan realitas-realitas yang ada.
Rayon yang seharusnya dibuat–atas kesepakatan Draft Konfercab–juga harus diombang-ambingkan dalam lautan ketidakpastian Komisariat. Sementara di sisi lain, Komisariat Nusantara (UMNU) tengah mempersiapkan diri membentuk kepengurusan Rayon.
Kegagalan kaderisasi dan mandegnya kesolidan Komisariat dipicu oleh politic thinking. Komisariat yang bertanggungjawab atas kegagalan pengkaderan ini pun masih terlihat amleng, tidak menunjukan greget untuk melakukan perubahan.
Martir Revolusi pernah berkata, “Perubahan adalah keniscayaan”. Sehingga sangat patut bagi komisariat–dalam kondisi sekarang–untuk melakukan keniscayaan itu. Ketua Komisariat yang beberapa bulan terakhir tidak berada di Basecamp–karena KKN–juga mempengaruhi psikologi pengurus-pengurusnya.
Politic thinking yang dimiliki oleh para pengurus juga merupakan sesuatu yang bisa disalahkan terhadap merosotannya kaderisasi PMII IAINU. Romantisisme sejarah yang di doktrinkan kepada kader secara turun-temurun juga telah membuat kader Mutakid dan Mujahid PMII IAINU tidak sadar akan realita.
Para kader IAINU masih menganggap (dalam pikirannya) mereka lebih unggul dari kader PMII lain–selain IAINU. Padahal sejatinya mereka telah tertinggal dari yang lainnya.
Belum lagi persoalan konflik di organisasi intra kampus yang sama-sama di isi oleh kader PMII.
Revolusi atau biarkan ?
Source :
https://pppmiijokosangkrip.wordpress.com/2018/01/26/pmii-iainu-kebumen-kembali-harus-menelan-ludah/
Post a Comment