Saya sedang membicarakan peraturan (RUU Guru dan Dosen) yang menjadi perbincangan pada Raker di Baleg DPR RI bersama Kemenag, Kemendikdasmen maupun lembaga lain yang terkait. (lihat videonya di sini)
Dalam hemat saya;
Perwakilan dari Kemendikdasmen, Prof (lupa namanya) sempat keluar dari konteks pembahasan yang diingankan oleh pemimpin rapat/sidang, hingga diingatkan juga olehnya.
Ya, seharusnya ambiguitas peraturan perlu diperjelas melalui diskusi yang terukur dan terarah supaya tidak jatuh pada sebentuk ambiguitas lainnya yang membuat pembahasan akan melebar dan tidak selesai-selesai.
Ambiguitas juga bisa muncul pada ranah implementasi; di mana realitas senantiasa bergerak sehingga perlu meninjau kembali apa yang sudah disepakati dalam peraturan (undang-undang) sehingga perlu dievaluasi kembali.
Kendati muncul banyak ambiguitas dalam berbagai dimensi peraturan; adanya peraturan setidaknya menciptakan rasa kepercayaan pada force (kekuatan) yang di sanalah disenderkan cita-cita; keberpihakan dan keadilan.
Redefiniai guru dalam udang-undang Sisdiknas tampaknya juga diperlukan. Pasalnya, dirasa terlalu sempit bagi konteks pendidikan di Indonesia.
Diskusi ini sebenarnya berasal dari kegelisahan para guru yang tengah mengalami diskriminasi. Ya yang kita tahu beberapa waktu lalu berdemo (advokasi) di Patung Kuda dan berdiskusi di ruangan Baleg DPR RI.
Segala sesuatu bisa berubah kecuali perubahan itu sendiri; sebab perubahan adalah keniscayaan.
Post a Comment